Secara personal saya tidak mengenal Djohar Arifin Husin. Begitupula La Nyalla Mahmud Mattalitti. Saya hanya tahu sedikit tentang mereka dari media massa. Kendati begitu, saya percaya mereka orang-orang yang baik. Orang-orang yang mencintai sepak bola.
Kalau tidak baik, mana mungkin Djohar mau memimpin organisasi sepak bola nasional yang karut-marut. Sudah begitu, kering prestasi pula. Bukankah akan jauh lebih baik baginya untuk mengajar di kampus. Atau melakukan penelitian yang bisa memberi manfaat untuk masyarakat luas.
Jika tidak mencintainya, buat apa La Nyalla rela membangun komite penyelamat sepak bola Indonesia. Lalu kembali duduk di kursi eksekutif komite PSSI. Padahal, sepak bola negeri ini sulit menerbitkan keuntungan. Bukankah jauh lebih menyenangkan baginya untuk memperluas jaringan bisnisnya yang bisa menambah pundi-pundi uangnya.
Tapi sayangnya, cinta mereka terlalu meluap-luap. Sehingga logikanya ditanggalkan. Juga hatinya. Saking cintanya, mereka melupakan esensi sejati sepak bola : permainan di lapangan hijau. Saking baiknya, keduanya alpa bahwa bintang sepak bola itu adalah pemain dan pelatih. Bukan lainnya.
Read More..
03 Maret 2013
Langganan:
Postingan (Atom)