Petrokimia Putra Gresik terlahir sepertinya tak pernah dikehendaki menjadi juara. Tentu bukan oleh pengurusnya. Sebab, mereka melahirkan Petro bukan sekadar untuk ikut berkompetisi. Tapi, juga menginginkan prestasi.
Bukan pula oleh masyarakat Gresik. Masyarakat kota Pudak justru ingin melihat Petro mampu mengangkat nama kota Gresik di pentas sepak bola nasional. Karena itu pula, terlahir Ultrasmania. Kelompok suporter yang menjadi penyokong Petro. Kelompok suporter yang selalu memadati Stadion Tri Dharma, Gresik, kala Kebo Giras -julukan Petro- memainkan laga di stadion tersebut. Karena keinginan melihat Petro mengharumkan nama Gresik itu pula, mereka berbondong-bondong ke Senayan, Jakarta, ketika Widodo C. Putro dan kawan-kawan tampil di partai final Liga Indonesia pada musim 1994/1995 dan 2002.
Orang-orang di induk organisasi sepak bola nasional-lah yang tak menginginkannya. Tuduhan yang berlebihan. Boleh saja dipandang seperti itu. Tapi, perjalanan Petro dalam dua pertandingan puncak Liga Indonesia bisa menjadi gambarannya.
Ketika Petro berebut gelar juara Liga Indonesia edisi perdana 1994/1995 dengan Persib Bandung, tampak sekali kalau arek-arek dari tanah Giri itu sengaja "dikalahkan". Wasit Zulkifli Chaniago yang memimpin partai final tersebut menganulir gol penyerang Petro Jacksen F. Tiago ketika pertandingan memasuki menit 30. Keputusan yang tak masuk akal. Sebab, sebelum maupun saat Jacksen menyundul bola hasil tendangan bebas Carlos de Mello, penyerang asal Brasil itu berdiri sejajar dengan pemain belakang Persib. Jacksen juga tak melakukan pelanggaran kepada Yadi Mulyadi yang sepanjang laga selalu menempelnya, tak terkecuali saat dia mencetak gol.
Dalam buku Persib Undercover yang ditulis Aqwam Fiazmi Hanifah dan Novan Herfiyana, di halaman 180 disebut Petro sudah diatur oleh PSSI untuk mengalah kepada Persib. Di halaman yang sama ditulis, permintaan PSSI agar Petro kalah didasari keinginan wakil presiden. Sebab, istri sang wakil presiden merupakan orang Bandung sekaligus penggemar Persib.
Untuk memuluskan rencana itu, pengurus PSSI mendatangi manajemen Petro. Malam sebelum pertandingan, pengurus Petro mengumpulkan para pemain kuncinya untuk menyampaikan pesan PSSI tersebut.
Maung Bandung -julukan Persib- akhir keluar sebagai juara. Persib mengunci gelar juara lewat sebiji gol Sutiono yang tercipta 12 menit sebelum pertandingan bubaran. Persib membawa pulang piala. Tapi, Petro yang berhasil memenangkan hati masyarakat. Memang tak ada medali kemenangan yang melingkar di leher pemain-pemain Petro, tapi masyarakat serta media mengelu-elukan mereka sebagai juara. Petro dielu-elukan sebagai juara tanpa mahkota.
Final Liga Indonesia musim 2002 juga bisa menjadi gambaran lain kalau Petro tak dikehendaki menjadi juara. Kesebelasan asal Kota Pudak itu memang menahbiskan diri sebagai juara. Petro tampil di podium tertinggi setelah menghempaskan Persita Tangerang 2-1 dalam final di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, 7 Juli 2002.
Tapi, seremoni juara Petro tak komplet. Dalam penahbisan gelar juara sepak bola, para pemain selalu melalui dua seremoni. Pengalungan medali lantas disusul penyerahan piala yang diwakilkan kepada kapten kesebelasan. Petro tak mendapatkan satu haknya. Tak ada pengalungan medali kepada Sasi Kirono dan kawan-kawannya.
Para pemain Petro hanya diberi kotak berisi medali sebelum penyerahan piala. "Saya tak tahu pasti alasannya kenapa tidak ada pengalungan medali kepada kami," kata Manajer Petrokimia Putra Gresik Imam Supardi.
Imam hanya bisa mereka-reka saja. "Mungkin saja ada yang kecewa karena kami yang jadi juara. Sebab, kami tak diunggulkan. Kami tim dari kota kecil. Sedang lawan kami datang dari kota besar," ujar Imam mereka-reka. "Sekali lagi alasan pastinya saya tidak tahu," imbuhnya.
Yang diingat Imam, Petro memang tak diprediksi akan tampil sebagai pemenang dalam final yang sempat terhenti beberapa menit lantaran lapangan tergenang air hujan itu. Secara materi pemain, skuad Petro tak sementereng Persita. Di dalam stadion, dukungan yang didapatkan Petro juga tak sebanding dengan sokongan yang diperoleh Persita. Sergie Dubrovin dan anak asuhnya "hanya" didukung 10 ribu suporter. Di sisi lain, Persita mendapat dukungan empat kali lipatnya.
Petro juga sudah tertinggal kala pertandingan baru berumur dua menit oleh gol Ilham Jayakesuma. Petro baru bisa menyamakan kedudukan menit 73 lewat Samuel Celbi. Dan gelar juga menjadi milik Petro berkat golden gol Yao Eloi pada menit 92.
Kini semua itu tinggal kenangan. Petro, kesebelasan yang sepertinya tak dikehendaki menjadi juara tersebut, sudah tidak ada lagi. 2 Desember 2005, Petro berfusi dengan Laskar Joko Umbaran Persegres Gresik dan bersalin nama menjadi Gresik United. (*)
Diumpan Sakhi
15 Mei 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
AJO_QQ poker
kami dari agen poker terpercaya dan terbaik di tahun ini
Deposit dan Withdraw hanya 15.000 anda sudah dapat bermain
di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
- play aduQ
- bandar poker
- play bandarQ
- capsa sunsun
- play domino
- play poker
- sakong
-bandar 66
-perang baccarat (new game )
Dapatkan Berbagai Bonus Menarik..!!
PROMO MENARIK
di sini tempat nya Player Vs Player ( 100% No Robot) Anda Menang berapapun Kami
Bayar tanpa Maksimal Withdraw dan Tidak ada batas maksimal
withdraw dalam 1 hari.Bisa bermain di Android dan IOS,Sistem pembagian Kartu
menggunakan teknologi yang mutakhir dengan sistem Random
Permanent (acak) |
Whatshapp : +855969190856
Posting Komentar