Anak-anak itu lahir di Surabaya. Juga tumbuh di Surabaya. Orang tua mereka adalah penggemar sekaligus pendukung Persebaya Surabaya. Kota dan kesebelasan yang selalu berada di seberang mata serta hati arek-arek Malang.
Sebagian dari mereka lahir dan tumbuh di Sidoarjo. Seperti anak-anak Surabaya itu, orang tua mereka juga penggemar Persebaya. Dan semua pun tahu kalau pendukung Persebaya tidak pernah dan tidak akan pernah menyukai Arema Malang.
Di luar itu, juga ada anak-anak dari Mojokerto dan Kediri. Secara kultur, dua kota terakhir itupun menjadikan Surabaya sebagai kiblat sepak bola-nya. Total ada 12 anak. Usia mereka 10 sampai 12 tahun.
Tapi, cinta, mimpi, dan kepolosaan anak-anak itu berhasil menepikan semua kebencian yang tertanam di generasi sebelum mereka. Karena cinta mereka yang begitu meluap kepada sepak bola. Lantaran letupan mimpi menjadi pesepak bola, anak-anak itu melangkah ke Malang awal 2015 lalu. Berkostum Malang. Atau lebih tepatnya berseragam Sekolah Sepak Bola (SBB) Banteng Muda.
Read More..
05 Oktober 2018
26 September 2018
Kawan, Sepak Bola Itu Membahagiakan
Sampai kapan rivalitas dimaknai dengan saling menghilangkan nyawa? Bukankah kita ke stadion untuk menikmati sepak bola? Untuk merayakan sepak bola. Untuk bersenang-senang dan meneguk kebahagiaan. Bukan untuk menjemput kematian.
Tapi, kematian suporter di sepak bola Indonesia masih saja terjadi. Dan atas apa yang terjadi di Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) Minggu siang itu (23/9): Bobotoh salah, Jakmania salah, dan kita semua juga salah. Ya, kita semua.
Hilangnya nyawa Haringga Sirila, suporter Persija Jakarta, setelah dikeroyok suporter Persib Bandung di GBLA bukan semata tentang Bobotoh dan Jakmania. Tapi juga tentang kita semua. Tentang negara bersama alat kelengkapannya –pemerintah daerah dan kepolisian di antaranya– yang tak pernah hadir di tengah-tengah suporter. Tak pernah melihat suporter secara utuh. Suporter hanya dilihat sebagai sekumpulan pencinta dan pendukung kesebelasan sepak bola. Tidak lebih dari itu. Read More..
Tapi, kematian suporter di sepak bola Indonesia masih saja terjadi. Dan atas apa yang terjadi di Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) Minggu siang itu (23/9): Bobotoh salah, Jakmania salah, dan kita semua juga salah. Ya, kita semua.
Hilangnya nyawa Haringga Sirila, suporter Persija Jakarta, setelah dikeroyok suporter Persib Bandung di GBLA bukan semata tentang Bobotoh dan Jakmania. Tapi juga tentang kita semua. Tentang negara bersama alat kelengkapannya –pemerintah daerah dan kepolisian di antaranya– yang tak pernah hadir di tengah-tengah suporter. Tak pernah melihat suporter secara utuh. Suporter hanya dilihat sebagai sekumpulan pencinta dan pendukung kesebelasan sepak bola. Tidak lebih dari itu. Read More..
16 Januari 2018
2018 Tahun Sulit (izin) Sepak Bola Indonesia
Sepak bola bukan hantu politik. Dengan sepak bola, melalui sepak bola, orang bisa melepaskan diri dari hiruk-pikuk agenda politik. Dengan sepak bola, melalui sepak bola, ketegangan-ketegangan yang mencuat karena agenda politik bisa luluh.
Sekali lagi, sepak bola bukan hantu politik. Apalagi, selama ini sepak bola juga seringkali ditunggangi kepentingan politik. Dimanfaatkan untuk meraih kursi di eksekutif maupun legislatif.
Tapi, argumentasi itu selalu dibuat patah saat tahun politik. Sepak bola selalu dikalahkan. Izin menggelar pertandingan bukan saja sulit, tapi seringkali tidak dikeluarkan. Alasannnya sama: soal keamanan. Selalu diapungkan dalih bahwa pertandingan sepak bola bisa memicu gesekan. Bahwa sepak bola bisa menambah panas suhu politik.
Dan tahun 2018 ini adalah tahun politik. Tahun dimana ada banyak daerah yang menggelar pemilihan kepala daerah. Tercatat ada 171 pemilihan kepala daerah dilakukan tahun 2018 ini. Sekali lagi, ada 171 pemilihan kepala dearah. Read More..
Sekali lagi, sepak bola bukan hantu politik. Apalagi, selama ini sepak bola juga seringkali ditunggangi kepentingan politik. Dimanfaatkan untuk meraih kursi di eksekutif maupun legislatif.
Tapi, argumentasi itu selalu dibuat patah saat tahun politik. Sepak bola selalu dikalahkan. Izin menggelar pertandingan bukan saja sulit, tapi seringkali tidak dikeluarkan. Alasannnya sama: soal keamanan. Selalu diapungkan dalih bahwa pertandingan sepak bola bisa memicu gesekan. Bahwa sepak bola bisa menambah panas suhu politik.
Dan tahun 2018 ini adalah tahun politik. Tahun dimana ada banyak daerah yang menggelar pemilihan kepala daerah. Tercatat ada 171 pemilihan kepala daerah dilakukan tahun 2018 ini. Sekali lagi, ada 171 pemilihan kepala dearah. Read More..
Langganan:
Postingan (Atom)