02 April 2019

Eri Irianto dan Ban Bekas

Eri Irianto. Mendengar nama itu pasti berkelindan tentang tendangan kencang dalam ingatan kita. Tentang tendangan geledek.

Eri memang momok bagi penjaga gawang lawan. Ketika ada tendangan bebas di depan gawang dan Eri yang menghadapi bola, kiper lawan pasti cemas. Sebab, itu tadi, tendangannya benar-benar sangat kencang.

Sayang perjalanan Eri tak panjang. Dia harus meninggalkan lapangan hijau dan sepak bola di usia yang masih sangat muda: 26 tahun. Eri menutup mata untuk selamanya pada 3 April 2000, beberapa jam setelah membela Persebaya Surabaya melawan PSIM Jogjakarta di Gelora 10 Nopember, Surabaya.

Eri pergi dengan catatan indah. Di usia yang begitu muda, tiga kali dirinya membawa kesebelasan yang dibelanya tampil di final Liga Indonesia. Bersama Petrokimia Putra Gresik di musim 1994/1995 dan dengan Persebaya pada musim 1996/1997 serta 1998/1999. Di final pertama dan ketiga, Eri hanya menjadi runner up. Tapi, di edisi 1996/1997, dia menjadi bagian penting Persebaya saat menahbiskan diri sebagai kesebelasan terbaik di Indonesia.

Dan seperti kebanyakan orang, ingatan saya tentang Eri juga tentang tendangan geledek. Juga tentang ban bekas. Iya ban bekas.

Semua bermula dari kebiasaan saya dan teman-teman sepulang latihan. Utamanya ketika ada kesempatan berlatih di lapangan di sisi timur Stadion Tri Dharma, Gresik. Atau saat latih tanding dengan Petrogres, sekolah sepak bola milik Petrokimia.

Sepulang latihan atau latih tanding, kami selalu pulang lewat mes Petrokimia Putra Gresik. Tak sekedar lewat, kami juga selalu meneriakkan kalimat yang sama. ”Mas Eri.... Mas Eri...” begitu teriak kami memanggil nama Eri Irianto.

Berulang kali kami melakukan itu, harapannya si empunya nama keluar. Pokoknya setiap lewat mes Petrokimia. Tapi, berulang kali pula, si pemilik nama tidak pernah menjawab. Mungkin saat itu, Eri sedang istirahat karena lelah habis berlatih. Atau sedang mandi. Atau justru tidak ada di mes lantaran mengikuti Petrokimia berlaga di luar kota.

Tapi, kami tidak pernah putus asa. Kami selalu meneriakkan kalimat yang sama setiap melintas di mes Petrokimia. Dan suatu pagi, teriakan kami, panggilan kami, direspon sama si empunya nama. Eri keluar dari balik pintu. Arek Krian, Sidoarjo itu lantas menyapa kami.

”Onok opo rek?” sapanya.

Kami yang kaget tetap berusaha menjawab sapaan Eri dengan setenang mungkin. ”Mas oleh takok ta?”

”Takok opo rek,” kata Eri.

”Mas yok opo carane isok nendang banter koyok sampeyan?,” tanya kami.

”Yo latihan rek” jawab Eri.

”Latihan seng koyok opo mas,” kami lanjut bertanya.

Eri lantas membagikan tips kenapa tendangannya keras dan orang-orang menyebutnya sebagai tendangan geledek. Eri menyarankan kami untuk rajin berlatih menendang ban dalam sepeda motor yang sudah tidak terpakai. Ban tersebut bisa dikaitkan di tiang atau pohon. Ban itu lantas ditendang berulang kali.

Setelah membagi ilmunya, Eri pun pamit kembali masuk mes. Kami pun kemudian pulang dengan bayangan masing-masing. Saya tak tahu apa yang kemudian dilakukan teman-teman saya. Tapi, yang jelas sesampai di rumah, saya langsung mencari ban dalam sepeda motor bekas. Saya lalu mengkaitkannya di pohon melinjo yang ada di depan rumah.

Selain berlatih lari di anak tangga yang ada di komplek makan Mbah Sedomargi yang ada di bukit tak jauh dari rumah, saya juga selalu meluangkan waktu untuk berlatih menendang ban bekas yang terkait di pohon melinjo di depan rumah saya. Nyaris setiap hari saya melakukannya.

Karena itu, ketika 4 April tahun 2000 pagi hari saya membaca berita di surat kabar tentang kepergian Eri Irianto, ingatan saya langsung melayang ke ban bekas yang terkait di pohon melinjo di depan rumah. Sebab, di sana ada tanda kebaikan Eri Irianto.

Diumpan Sakhi

1 komentar:

Marsya mengatakan...

Izin promo ya Admin^^

Bosan gak tau mau ngapain, ayo buruan gabung dengan kami
minimal deposit dan withdraw nya hanya 15 ribu rupiah ya :D
Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa
- Telkomsel
- XL axiata
- OVO
- DANA
segera DAFTAR di WWW.AJOKARTU.COMPANY ....:)