"Namanya luka tentu tidak boleh dibiarkan. Harus diobati,” kata Verdi Aprista. Keyakinan itu dipegang Verdi dan kawan-kawannya di Curva Boys 1967. Keyakinan itu pula yang menggerakkan ratusan anggota salah satu kelompok suporter Persela Lamongan tersebut ke Stasiun Babat yang berada di ujung barat Lamongan pada suatu petang 1 Agustus 2016.
Kebetulan petang itu kereta yang ditumpangi ratusan Bonek bakal melintas. Dan sebelum melanjutkan perjalanan ke Jakarta, kereta akan berhenti sejenak di Stasiun Babat. Curva Boys melihat ada kesempatan di sana. Kesempatan untuk mengobati luka yang sudah bertahun-tahun bersemayam di hati pendukung Persela dan Persebaya Surabaya.
Maka disiapkanlah nasi bungkus dan air mineral. Nasi dan air mineral itu lantas dibawa ke stasiun. Nasi dan air tersebut oleh perwakilan Curva Boys kemudian dibagikan kepada ratusan Bonek yang ada di gerbong kereta. Di depan pintu masuk stasiun, ratusan anggota Curva Boys melantunkan nyanyian penyemangat untuk Bonek.
Hari itu Bonek memang menjalani perjalanan untuk melakukan aksi di Jakarta menuntut pengembalian status Persebaya yang dibekukan PSSI. ”Nasi bungkus dan air mineral yang kami berikan di Stasiun Babat itu menjadi jalan pembuka perdamainan,” ungkap Verdi.
Bertahun-tahun, sejak 2003, suporter Persela dan Persebaya terlibat perseteruan. Puluhan suporter telah menjadi korban perseteruan tersebut. Enam nyawa melayang karenanya. Berulang kali bentrokan terjadi. Nyanyian kebencian juga selalu dikumandang baik di Lamongan maupun Surabaya. Sekali pun tidak ada pertandingan yang melibatkan dua kesebelasan bertetangga tersebut.
Dan seperti yang diyakini Curva Boys, luka itu tak pantas dibiarkan. Permusuhan itu tak selayaknya dirawat. Sebaliknya luka itu harus diobati. Disembuhkan. Permusuhan harus diakhiri. Pintu perdamaian itu mendapati jalan pembuka di Stasiun Babat. Setelah petang yang hangat di Stasiun Babat, setahun berselang kehangatan tercipta di gerbang Suramadu. Curva Boys yang hendak menyeberang ke Madura untuk mendukung Persela disambut pendukung Persebaya.
”Bagi saya pribadi, lebih baik tidak ada pertandingan daripada harus ada satu nyawa melayang karena sepak bola,” kata Andy Kristiantono. Pria yang akrab disapa Andie Peci itulah orang yang mula-mula menyambut kedatangan Curva Boys di gerbang Suramadu. Dia pula yang setahun kemudian mendamping suporter Persela dari Lamongan ke Gelora Bung Tomo, Surabaya.
Dan 5 Agustus 2018 itu untuk kali pertama suporter Persela -LA Mania dan Curva Boys- kembali tret tet tet ke Surabaya setelah bertahun-tahun terlibat perseteruan dengan Bonek. ”Ada andil banyak pihak dalam perdamaian itu. Salah satunya tentu kebesaran hati teman-teman Bonek yang mau menurunkan egonya,” ujar Andie Peci.
Perdamaian suporter Persebaya dan Persela memang seperti mustahil terwujud. Rasa sakit diantara suporter kedua kesebelasan sudah tertanam begitu dalam di hati masing-masing. Banyaknya nyawa yang melayang menjadikan jalan untuk mengakhir perseteruan seakan begitu sulit.
Dan seperti yang diyakini Curva Boys, Bonek pun tak ingin terus membiarkan luka dan rasa sakit hati itu menyelimuti hati mereka. Tak mudah memang. Butuh waktu yang tidak pendek pula.
”Saya pun merasa bahwa itu tidak mudah. Tapi, ketika masing-masing dari kita mau menurunkan ego, perdamaian itu bisa terealisasi,” sebut Andie Peci. ”Semua memang kembali ke hati masing-masing. Jika mau menekan ego, jalan damai memang terbuka lebar. Dan kami pun memilih itu,” sambung Teguh Santoso, dirigen LA Mania.
Karembu -sapaan akrab Teguh Santoso- merupakan salah satu korban perseteruan panjang itu. Dia pernah dirawat berhari-hari di rumah sakit setelah terlibat perkelahian di dalam gerbong kereta api. ”Semua luka itu sudah menjadi masa lalu. Saya dan teman-teman telah menguburnya,” akunya.
Diumpan Sakhi
18 Februari 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Numpang promo ya Admin^^
ajoqq^^cc
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajopk.biz...^_~3:23 PM 15-Sep-20
segera di add Whatshapp : +855969190856
Posting Komentar