Putaran pertama kompetisi ”profesional” Indonesia musim ini sebentar lagi berakhir. Baik itu di level Indonesia Super League (ISL) maupun Divisi Utama. Banyak masalah menerpa. Tak sedikit klub yang oleng. Bahkan, beberapa diantaranya mengisyaratkan bakal lempar handuk.
Tanda bahwa ada masalah di kompetisi ”profesional” Indonesia sebenarnya sudah terlihat dipertengahan putaran pertama. Kala itu, beberapa klub berteriak tidak kuat melanjutkan perjalanannya.
Gaji pemain mulai telat dibayar. Beberapa diantaranya bahkan belum menggaji pemainnya hingga sekarang. Tak sedikit pula yang rela berhutang agar timnya tetap berjalan. Setidaknya itulah tanda-tandanya.
Nah, kini ketika kompetisi hendak memasuki masa istirahat, teriakan klub semakin lantang. Isyarat mundur dari kompetisi diletupkan. Salah satunya bahkan datang dari klub yang menjadi kekuatan utama sepak bola Indonesia, PSM Makassar. ”Kami belum mundur. Tapi, pengelola sudah tidak sanggup lagi menjalankan tugasnya. Kini kami sedang mencari solusi menyelamatkan perjalanan tim ini,” aku Ilham Arief Sirajuddin, ketua umum PSM.
Menurut Ilham, saat ini kantong PSM sudah kosong. Juku Eja-julukan PSM-disebutnya sudah menghabiskan dana Rp 13 miliar. Untuk mengarungi lanjutan kompetisi, mereka butuh dana Rp 7 miliar. ”Kini kami menunggu dana pemerintah provinsi Sulawesi Selatan,” kata Ilham.
Jika bantuan itu tidak cair, maka PSM bakal semakin tersudut. Apalagi, kucuran dari pihak sponsor tidak cukup menutup kekurangan PSM. ”Jika tidak ada solusi, bukan tidak mungkin kami langkah akan terhenti,” ujar Ilham.
Jeritan yang sama berkumandang dari Bumi Serambi Mekkah. ”Kami pun sudah sekarat. Ibaratnya nafas kami kini tinggal sepenggal. Kalau kondisi tidak berubah, kami pun akan mundur di putaran kedua nanti,” ungkap Azis Fandila, manajer PSSB Bireun.
Kondisi PSSB memang jauh lebih kronis dari PSM. Klub yang bermarkas di Stadion Cot Gopu itu belum membayar gaji pemainnya selama tujuh bulan. Karena itu, selama 20 hari lalu, PSSB ditinggal pulang para pemainnya. Mereka enggan melanjutkan tugasnya lantaran haknya tidak juga dipenuhi. ”Kalau tetap tidak ada yang membantu, mundur akan menjadi pilihan terbaik kami. Sebab, kalaupun kami bertahan dengan mengandalkan pemain lokal Aceh, kami tidak sanggup membayar biaya away,” sebut Azis Bengkel-sapaan Azis Fandila.
Setali tiga uang dengan PSSB adalah Persitara Jakarta Utara. Meski berstatus tim Ibukota, tapi kondisinya juga mengenaskan. ”Sejak April kami belum membayar gaji para pemain,” jujur Harry ”Gendhar” Ruswanto, manajer Persitara. Hanya bedanya, Persitara belum menyerah. Laskar Si Pitung-julukan Persitara-mencoba untuk tetap bertahan. Mereka masih sangat optimis bisa berjalan hingga akhir laga. Komitmen itupula yang coba dipertahankan Iwan Boedianto yang menakohdai Persik Kediri yang kini sekarat.
Selain PSM, Persik juga menjadi tim besar yang sedang oleng. Macan Putih-julukan Persik-dikabarkan masih menunggak pembayaran gaji para pemainnya selama tiga bulan. Uang muka kontrak pemain juga belum dibayarkan. Karena kondisi itu, badai eksodus pemain kini menerpa Persik. Yang bakal pergi itupun merupakan para pilar Persik. Diantaranya adalah Budi Sudarsono, Aris Indarto, serta Danilo Fernando.
Nah, apa yang terjadi tersebut jelas bukan hal biasa. Situasi ini bisa menjadi bom waktu bagi kompetisi ”profesional” Indonesia. Apalagi, yang bermasalah bukan hanya tim-tim yang telah disebut di atas. Di level ISL, masih ada nama Persija Jakarta atau Sriwijaya FC Palembang. Sedang dari Divisi Utama lebih banyak lagi. Sebut saja seperti Persebaya Surabaya, PSIM Jogjakarta, Persis Solo, atau Persibom Boloang Mongondow.
Dengan kondisi yang melanda mereka, bukan tidak mungkin ancaman mundur itu nantinya bakal menjadi kenyataan. Nah, jika benar ada yang mundur, maka laju kompetisi bakal terguncang. Apalagi, kalau yang mundur tidak hanya satu tim. (contohnya pun sudah tersaji di Copa Indonesia IV, Persibom, Persis, dan PSSB sudah menarik diri). Jadwal kompetisi jelas akan semakin tidak sedap dinikmati.
Selain itu, dengan tetap bertahannya tim-tim yang sedang sakit juga bakal menjadi kerikil tersendiri bagi kompetisi. Sebab, bukan tidak mungkin mereka akan berjalan setengah hati. Alhasil, jalannya pertandingan bisa jadi tak lagi menjadi menarik dan tak lagi indah. Pasalnya, klub tidak lagi ngotot mengejar kemenangan.
Pun demikian dengan para pemain. Karena tak kunjung gajian, mereka bisa saja tampil apa adanya. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, mereka tampil penuh emosi. Toh contohnya sudah tergambar di Gelora Ambang, Kotamobagu, Rabu (12/11) lalu. Dimana, pemain PSIR Rembang ramai-ramai mengeroyok wasit. Saya percaya, pengroyokan itu pasti bukan karena ketidakpuasan mereka terhadap keputusan wasit. Bisa jadi juga karena letupan kemarahan karena kondisi yang mereka alami di luar lapangan (baca : belum gajian).
”Kami tidak dalam kondisi marah, sedih, atau tertawa dengan apa yang terjadi. Kami yakin mereka bisa menjadi dokter untuk menyembuhkan rasa yang kini mereka rasakan. Kami pun optimis kompetisi ini tetap berjalan hingga akhir,” sebut Joko Driyono, direktur kompetisi Badan Liga Sepak Bola Indonesia (BLI).
Sah-sah saja, BLI bersikap begitu. Tapi, masalah yang terjadi saat ini harus segera diselesaikan bersama-bersama. Tidak terkecuali oleh BLI. Sebab, BLI juga punya "dosa" akan terjadinya hal ini. Dosa itu setidaknya dengan langkah BLI menerbitkan lisensi klub profesional kepada 18 tim yang ternyata beberapa diantaranya sekarang sedang sekarat. Jika, ini tidak segara diselesaikan, maka bom waktu itu bakal meledak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
terus terang saya juga sangat bersedih mendengar jeritan para pengelola sepak bola akhir-akhur ini. dalam kondisi serba sulit ini,mereka tidak punya pilihan lain selaion membubarkan diri. Tapi menurut hemat saya, kondisi ini adalah langkah awal - jika kita akan meraih sesuatu yang terbaik di masa mendatang - yang tepat untuk dijadikan arena menentukan sikap untuk kita menjadi profesional. oke, katakanlah, psm, pssb, persik, dan yang lainnya, bubar di tengah jalan, tentu masih ada klub yang mencoba bertahan. untuk klub yang mencoba bertahan ini, hendaknya, memulai dari bawah. mulai menanta kembali manajemen, membuat catatan prospek, dan membuat waktu-waktu tertentu mencapai target yang diinginkan semula.
fim, aku kok takut ya, sewaktu-waktu 'bom waktu' itu meladak ....
yon moeis
Posting Komentar