21 Juni 2009

Sopir Bus itu Telah Sampai Terminal

Malam semakin larut. Jarum di dinding telah menunjukkan bahwa waktu telah memasuki pukul 22.30 WIB. Hampir sebagian besar orang pun telah larut dalam tidur. Tapi, malam itu-Rabu 10 Juni 2009-Purwanto masih terjaga.

Saya tahu kalau pria asal Kediri itu masih terjaga, karena beliau menyapa saya lewat telepon. ”Bagaimana kepemimpinan saya tadi Mas? Bagaimana dengan keputusan saya memberi penalti?,” pertanyaan itu membuka percakapan kami malam itu.

Beberapa jam sebelumnya, Purwanto memang memimpin pertandingan sarat gengsi antara Persija Jakarta kontra Persib Bandung di Stadion Gajayana, Malang. Duel tersebut dimenangi Persib dengan skor 2-1. Gol penentu kemenangan Persib lahir dari kaki Christian Gonzalez lewat eksekusi penalti pada menit 89.

Sebelum gol Gonzalez, kedudukan berimbang 1-1. Persib unggul dulu lewat gol tandukan Airlangga Sucipto lima menit setelah turun minum. Striker asing Persija asal Brazil yang pada putaran pertama berkostum Persib Fabio Lopez membalas pada menit 56.

Persib memperoleh penalti itu, setelah Purwanto menyatakan pemain Persija Aris Indarto melakukan pelanggaran terhadap Airlangga di kotak penalti. ”Menurut sampeyan pas tidak keputusan saya memberikan penalti tadi?,” tanya Purwanto lagi.

Dari nada suaranya, lelaki yang di masa kecilnya bercita-cita sebagai sopir bus tersebut tidak dalam posisi risau akan keputusannya di penghujung partai Persija lawan Persib itu. Purwanto hanya ingin memastikan bahwa keputusannya tersebut tidak salah.

Purwanto sadar bahwa sebagai manusia dirinya tidak akan pernah bisa luput dari salah. Namun, dirinya selalu berusaha untuk meminimalkan kesalahan. Termasuk dalam hal memimpin pertandingan. Purwanto ingin selalu memimpin dengan baik dan setipa keputusan yang diambilnya tepat.

Karena itu, Purwanto pun merasa perlu mendengar penilaian orang lain setiap kali usai memimpin pertandingan. ”Saya tidak ingin mengecewakan siapapun. Saya ingin selalu menjalankan tugas sesuai dengan atura,” ujar Purwanto.

Sama seperti sebelum-sebelumnya, malam itu, suami Indarsih tersebut pun ingin mendengar penilain objektif orang lain akan kepemimpinannya. Lebih-lebih kepemimpinan Purwanto malam itu bisa jadi menjadi tugas terakhirnya sebagai wasit.

Memang musim kompetisi sepak bola Indonesia musim ini belum sepenuhnya berakhir. Sebab, Copa Indonesia IV masih berjalan. Juga masih terdapat partai playoff ISL yang mempertemukan Persebaya Surabaya kontra PSMS Medan 30 Juni nanti. Namun, secara umum, kompetisi musim ini telah berakhir 10 Juni kemarin.

Sesuai regulasi, musim depan Purwanto harus purnatugas sebagai wasit. Sebab, pada 24 September mendatang, bapak dua anak itu genap 46 tahun. Itu artinya usia Purwanto sudah mencapai batas akhir sebagai wasit. Usia wasit memang dibatasi hanya sampai 46 tahun.

”Bagi saya mau itu awal atau akhir tidak ada bedanya. Sebab, keinginan saya hanya ingin bertugas sebaik mungkin. Tapi, bagaimanapun juga, saya tetap ingin mengakhiri perjalanan wasit dengan baik,” akunya.

Dan bagi saya, penampilan Purwanto malam itu tidak bisa saya katakan buruk. Tentu pula tidaklah sempurna. Pasalnya, ada beberapa momen yang luput dari pengawasannya. Salah satunya ketika Ismed Sofyan mendorong kepala bagian belakang Siswanto saat injury time.

Secara umum, Purwanto telah bertugas cukup baik. Bagi saya, keputusannya menghukum Persija dengan penalti cukup tepat. Sebab, dua pemain Persija melakukan gangguan yang sangat cukup berbahaya kepada Airlangga di kotak penalti. Ada Agus Indra Kurniawan yang mendorong Airlangga dari belakang. Terdapat juga Aris Idarto yang menangkat kaki kanannya terlalu tinggi. Bahkan kaki pemain asal Sragen itu sejajar dengan perut Airlangga.

Jadi, bagi saya Purwanto telah mengakhiri tugasnya dengan sangat indah. Secara pribadi saya kagum dengan perjalanannya sebagai wasit nasional yang dilakoni sejak 1993 hingga 10 Juni 2009. Saya bertambah kagum bukan saja karena penampilannya pada 10 Juni 2009 itu. Tapi, karena pertemuan saya dengan ”seseorang” di Peecock CafĂ© Hotel Sultan, Jakarta, 25 Mei 2009.

Malam itu-25 Mei 2009-”seseorang” itu bicara blak-blakan dengan saya. Salah satu omongannya tentang wasit Indonesia. Dia menyebut bahwa hanya ada satu wasit yang tidak pernah memakan uangnya. Dan orang yang disebut itu adalah Purwanto.

Sampai titik ini saya sangat kagum dengan Purwanto. Tapi, pada titik ini pula saya merasa kehilangan beliau. Kehilangan sosok sopir bus yang telah menjadi oase di tengah coreng-morengnya sepak bola Indonesia. Musim depan, saya tidak bisa melihat lagi ketegasannya memimpin pertandingan. Sebab, sopir bus itu telah sampai terminal.

Nama : Purwanto
Lahir : Kediri, 24 September 1963
TB/BB : 180 cm/72 kg
Orang Tua : (alm.) Sumowinoto-Mastain
Istri : Indarsih
Anak : – Rizki Eka Saputra
- Ardi Kharismaulana

Karir
– Sukarelawan Puskesmas Bogo Kidul, Plemahan, Kediri (1989)
– Honerer Dispenda, Kab. Kediri (1996)
– PNS di seksi pertamanan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Kediri (2002)
– Wasit C3 (1989)
– Wasit C2 (1991)
– Wasit C1 (1993)
– Asisten wasit FIFA (1995)
– Ketua komisi wasit Pengda PSSI Jatim (2006-2010)

Prestasi
– Wasit Terbaik Indonesia (2002)
– Wasit Terbaik versi antv Award (2003)
– Memimpin Final Liga Indonesia antara Persita Tengerang v Petrokimia Gresik (2002)
– Memimpin Final Liga Indonesia antara Persija Jakarta v Persipura Jayapura (2006)
- Wasit terfair play versi Jawa Pos (2007)

1 komentar:

andika mengatakan...

fim....feature profilnya bagus bgt tuh...cuman ak jadi penasaran setelah laga final copa persipura vs sriwijaya kemarin..dia telp sampeyan lagi ga?