Dunia senam Indonesia begitu identik dengan Jonathan Mangiring Paringhotan Sianturi. Jonathan Sianturi-sapaan akrabnya-tidak sekedar menjadi bagian senam Indonesia. Namun, dia juga merupakan sejarah bagi senam Indonesia.
Waktu terus bergerak. Dan pagi pun telah berlalu. Arena latihan senam di Gedung Senam Gelora Bung Karno, Jakarta pun sudah ditutup. Karena, latihan pagi itu-selasa (19/1) lalu- memang telah usai. Tapi, Jonathan Sianturi tak juga beranjak. Dia tetap bertahan di sana.
”Masih ada yang harus saya kerjakan,” katanya. Usai memimpin latihan pagi itu, Jonathan memang langsung disapa aktivitas lainnya. Pria berusia 38 tahun itu harus mengikuti rapat yang digelar Pengurus Besar Persatuan Senam Indonesia (PB Persani).
Rapat tersebut dilangsungkan di Gedung Senam Gelora Bung Karno. Jonathan harus mengikuti rapat tersebut. Sebab, Jonathan merupakan bagian dari pengurus Persani. ”Saat ini saya memang dipercaya sebagai komisi teknik PB Persani dan juga pelatih Pelatnas,” sebutnya.
Namun, lebih dari itu, Jonathan melangkah ke ruang rapat bukan semata karena jabatannya tersebut. Tapi, keberadaannya di meja rapat juga sebagai bentuk tanggungjawabnya untuk turut mengembalikan kejayaan senam Indonesia.
Pria kelahiran Medan itu ingin menyumbangkan pikiran demi mendorong kemajuan olahraga kelenturan tubuh tersebut. Sebab, tidak bisa dipungkiri bahwa dunia senam Indonesia saat ini dalam situasi memprihatinkan. Perkembangan dan prestasinya dalam sepuluh tahun terakhir terlihat surut.
”Senam itu sudah menjadi irama hidup saya. Nah, saat ini irama tersebut sedang bermasalah. Karena itu, saya punya tanggungjawab untuk memperbaikinya,” ujar Jonathan.
”Saya ingin senam Indonesia kembali berjaya. Saya ingin melihat senam memberi sumbangsih medali emas yang positif bagi Indonesia di multieven olahraga internasion, melebihi apa yang dulu pernah saya lakukan,” tegasnya.
Dunia senam Indonesia memang pernah begitu berjaya. Tepatnya pada era 80-an hingga 90-an. Waktu itu, senam selalu menjadi salah satu lumbung medali emas bagi kontingen Indonesia di setiap kali perhelatan SEA Games.
Dan nama Jonathan Sianturi menjadi ikon kejayaan senam Indonesia kala itu. Jonathan begitu jago hampir di semua nomor senam. Seperti nomor lantai, gelang-gelang, kuda pelana, atau palang tunggal. Prestasi demi prestasi disumbangkannya untuk Merah Putih.
Sejak keikutsertaannya di SEA Games 1985 di Thailand hingga SEA Games 2001 di Malaysia, Jonathan tidak pernah absen menyumbangkan medali.
Hanya pada SEA Games 1985 dan SEA Games 1991 Filipina saja, dia tidak mempersembahkan medali emas untuk Indonesia. Pada dua edisi SEA Games tersebut, Jonathan hanya mampu meraih satu medali perunggu. Hal itu lantaran pada SEA Games1985, Jonathan masih terbilang bau kencur. Sedang pada SEA Games 1991, tulang fibula kirinya patah pada dua bagian.
Namun, di luar dua SEA Games tersebut, Jonathan selalu menyumbang medali emas. Suami Yulianti itu hampir selalu membawa pulang lebih dari satu medali emas. Pada SEA Games 1997 di Jakarta, bahkan Jonathan mampu mendulang lima medali emas.
Nah, setelah Jonathan mundur dari gelanggang selepas SEA Games 2001, prestasi senam Indonesia pun ikut mundur. Senam pun bukan lagi menjadi salah satu lumbung produktif kontingen Indonesia.
”Jelas saya miris dengan kondisi ini. Apalagi, seperti yang sudah saya katakan bahwa senam adalah irama hidup saya. Ini adalah dunia karya saya, karena itu saya tidak ingin prestasi senam Indonesia semakin tenggelam,” tutur Jonathan.
Atas dorongan itu semua Jonathan pun tidak benar-benar pergi dari gelanggang senam selepas mundur sebagai atlet. Pada 2005, Jonathan pun memutuskan sebagai pelatih. Kini dirinya pun telah dipercaya menjadi pelatih nasional.
Hal itu pun membuatnya semakin bersemangat untuk menegakan kembali kejayaan senam Indonesia. ”Ini pekerjaan yang sulit. Saya saya tidak akan menyerah untuk merealisasikannya,” ujarnya.
27 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar