06 Mei 2014

Tim Nasional bukan Rombongan Sirkus

Pertandingan ujicoba itu perlu dan penting. Misteri kekuatan lawan bisa terpetakan dari sana. Baik karakter, cara bermain, atau bahkan komposisi pemainnya.

Kelebihan dan kekurangan tim sendiri juga bisa diukur. Di titik mana yang bisa dijadikan senjata dan di lini mana yang menjadi celah. Sehingga perbaikkan yang harus dilakukan memiliki patokan yang pasti. Tidak sekenanya.

Hasil latihan juga bisa diimplementasikan melalui ujicoba. Efektifitas dan tidaknya bisa dibaca. Yang kurang efektif tentu ditata kembali. Komposisi terbaik bisa ditentukan. Bukan didasarkan senang atau tidak senang. Namun, dilandasi parameter yang jelas yang tergambar di latihan dan tentunya ujicoba.

Pertandingan ujicoba juga merupakan sarana rekreasi. Kejenuhan latihan dihapuskan disana. Sebab, para pemain bakal bertemu penonton. Puja-puji, sorak-sorai, dan juga caci maki bakal menyapa mereka. Kegembiraan dan tekanan bisa didapatkan secara bersamaan. Sesuatu yang tentu penting untuk menjaga api semangat pemain.

Nah, situasi seperti itu jelas tidak bakal didapatkan kalau pemain hanya sibuk berlatih, berlatih, dan berlatih. Pendek kata, laga ujicoba itu merupakan keharusan bagi semua tim. Juga untuk pemain. Sebelum akhirnya tim tersebut benar-benar maju ke medan pertandingan sesungguhnya.

Tim nasional (Timnas) U-19 pun memerlukan pertandingan ujicoba. Apalagi, Evan Dimas dan kawan-kawan bakal berlaga di Piala Asia U-19 di Myanmar, Oktober mendatang. Even yang jelas tidak mudah untuk dilalui. Terlebih lagi untuk dimenangi. Lawan-lawan yang akan dihadapi bukanlah musuh yang mudah ditaklukkan.

Di penyisihan grup, Indonesia harus berjibaku dengan Australia, Uni Emirat Arab, dan Uzbekistan. Deretan lawan-lawan lainnya antara lain Jepang, Korea Selatan, Iran, dan Tiongkok yang memungkin dihadapi di babak berikutnya. Negara-negara itu bukan saja memiliki infrastruktur sepak bola yang memadai. Pembinaan usia mudanya juga telah tertata dengan baik. Sehingga cara bermain mereka tidak asal tendang. Tapi, telah terpola-bahkan mungkin sudah sangat baik.

Bandingkan dengan Indonesia. Infrastrukturnya tak mencukupi, kompetisi di bawah umur juga masih ala kadarnya. Memang Indonesia melaju ke putaran final dengan menumbangkan Korea Selatan. Tapi, kemenangan 3-2 di Gelora Bung Karno, Jakarta, tak sepenuhnya bisa dijadikan patokan. Korea Selatan jelas telah berbenah dan tak bakal semudah dikalahkan di Jakarta.

Karena itu, ujicoba menjadi perlu dan juga penting bagi Timnas U-19. Seperti terpapar sebelumnya, Garuda Jaya-sebutan Timnas U-19-butuh parameter dan tolak ukur yang jelas sebagai bekal bertarung di Myanmar nantinya.

Dan Timnas U-19 telah merancangnya. Sebagian besar bahkan sudah dijalani dan sebagai lain bakal segera dilakoni. Hanya saja, rencana itu sejatinya bisa ditampik sebagian. Sebab, Timnas U-19 tak benar-benar dibuatkan rencana yang matang. Pertandingan ujicoba itu mereka terlalu berhimpitan. Tiga hari sekali, anak-anak muda itu dipaksakan untuk bertanding.

Yang lebih mengerikan, jadwalnya menyesuaikan keinginan televisi. Bukan disesuaikan kebutuhan tim. Dan tentunya kondisi para pemain. Anak-anak muda itu diharuskan menjalani pertandingan yang tidak jarang terlalu larut. Mereka bermain justru disaat orang-orang sedang berangkat ke tempat tidur dan menarik selimut. Mereka berpeluh dikala kadar oksigen cukup tipis.

Sesuatu yang jelas beresiko. Sebab, cedera rawan menerjang. Dan anak-anak muda itupun tampak menyadari resiko tersebut. Tak ada antusiasme dalam menjalankan pertandingan. Mereka begitu letih. Teramat lesu dan tak terlihat menikmati pertandingan seperti sebelum-sebelumnya. Justru kesalahan demi kesalahan yang terbaca. Juga emosi yang meletup.

Pertandingan ujicoba yang sudah lewat seperti tak memberi apa-apa kepada mereka. Esensi mencari bekal dan mengukur diri dari laga ujicoba sirna. Yang tampak mereka hadir di lapangan untuk menghibur penonton yang sudah rela membeli tiket.

Anak-anak muda itu terkesan hanya menjalankan lakon yang sudah digariskan pimpinannya yang duduk di balik meja yang ada di belakang pintu Senayan. Tak ubahnya rombongan sirkus. Tak jarang kehadiran mereka juga ditunggangi kepentingan politik penguasa lokal.

Dan tim nasional jelas bukan rombongan sirkus. Mereka adalah tim yang membutuhkan dan memerlukan parameter yang terukur untuk menjalani pertarungan di lapangan hijau.

Tidak ada komentar: